Minggu, 21 Juli 2013

Keutamaan Bulan Ramadhan




Ketika bulan Ramadhan datang, Rasul saw senantiasa memberikan taushiah  (nasehat) dan bimbingan mengenai Ramadhan dan puasa. Beliau memberi kabar gembira atas kedatangan Ramadhan kepada para shahabat dan umatnya dengan menjelaskan berbagai keutamaan bulan Ramadhan. Tujuannya adalah untuk memberi motivasi bagi para sahabat dan umat Islam lainnya untuk semangat melakukan ibadah dan amal shalih (kebaikan) pada bulan berkah ini. Oleh karena itu, topik ini menjadi penting untuk dibicarakan, agar kita termotivasi untuk meraih berbagai keutamaan Ramadhan.
Bulan Ramadhan dijuluki dengan sebutan sayyidusy syuhur (penghulu bulan-bulan). Dinamakan demikian karena Bulan Ramadhan memiliki berbagai keutamaan tersendiri yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Di antara keutamaannya yaitu:
Pertama, Ramadhan merupakan syahrul Quran (bulan Al-Quran). Diturunkannya Al-Quran pada bulan Ramadhan menjadi bukti nyata atas kemuliaan dan keutamaan bulan Ramadhan. Allah Swt berfirman: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk tersebut dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185). Di ayat lain Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam qadar” (QS. Al-Qadar: 1). Dan banyak ayat lainnya yang menerangkan bahwa Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan.
Itu sebabnya bulan Ramadhan dijuluki dengan nama syahrul quran (bulan Al-Quran).  Pada setiap bulan Ramadhan pula Rasulullah saw selalu bertadarus (berinteraksi) dengan Al-Quran dengan Jibril as, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas r.a (HR. Bukhari). Maka, pada bulan Ramadhan ini kita digalakkan untuk memperbanyak berinteraksi dengan Al-Quran, dengan cara membacanya, memahami dan mentadabburi maknanya, menghafal dan mempelajarinya, serta mengamalkannya.
Kedua, bulan Ramadhan merupakan syahrun mubarak (bulan keberkahan), sebagaimana sabda Rasul saw, “Sungguh telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah. Pada bulan ini diwajibkan puasa kepada kalian..”. (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi). Setiap ibadah yang dilakukan di bulan Ramadhan, maka Allah akan melipat gandakan pahalanya. Rasulullah saw bersabda: “Setiap amal yang dilakukan oleh anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Swt berfirman: Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. Karena sesungguhnya ia telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku” (HR. Muslim).
Rasulullah saw pernah berkhutbah di hadapan para sahabatnya, “Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (ibadah) didalamnya lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah. Siapa yang mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan (pada bulan itu), seolah-olah ia mengerjakan satu perbuatan wajib pada bulan lainnya. Siapa yang mengerjakan satu perbuatan wajib pada bulan yang lain, ia seolah-olah mengerjakan tujuh puluh kebaikan di bulan lainnya.” (HR. Baihaqi)
Tidak hanya keberkahan menuai pahala, namun banyak keberkahan lainnya. Dari aspek ekonomi, Ramadhan memberi keberkahan ekonomi bagi para pedagang dan lainnya. Bagi fakir miskin, Ramadhan membawa keberkahan tersendiri. Pada bulan ini seorang muslim sangat digalakkan untuk berinfaq dan bersedekah kepada mereka. Bahkan diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mereka.
Ketiga, pada bulan Ramadhan pintu-pintu surga terbuka dan pintu-pintu neraka tertutup serta syaithan-syaithan diikat. Dengan demikian, Allah Swt telah memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk masuk surga dengan ibadah dan amal shalih yang mereka perbuat pada bulan Ramadhan. Syaithanpun tidak diberi kesempatan untuk mengoda dan menyesatkan manusia. Rasulullah saw bersabda, “Apabila masuk bulan Ramadhan maka pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan syaithan-syaithan pun dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka pada bulan ini kita digalakkan untuk memperbanyak ibadah sunnat dan amal shalih, agar kita dapat masuk surga.
Keempat, bulan Ramadhan adalah sarana bagi seorang muslim untuk berbuat kebaikan dan mencegah maksiat. Rasulullah saw bersabda, “Apabila malam pertama bulan Ramadhan tiba, maka syaithan-syaithan dan jin-jin Ifrit dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup sehingga tidak satupun darinya terbuka, dan pintu-pintu surga dibuka sehingga tidak satupun pintu yang tertutup. Kemudian ada seorang (malaikat) penyeru yang memanggil: “Wahai pencari kebaikan, bergembiralah! Wahai para pencari kejahatan, tahanlah!”. (HR. At-Tirmizi, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).
Para pelaku maksiat merasa dipersempit ruang gerak untuk berbuat maksiat pada bulan Ramadhan. Karena, pada bulan Ramadhan mereka harus menahan nafsunya. Tempat-tempat maksiat, hiburan-hiburan yang mengumbar birahi ditutup serta fasilitas maksiat ditutup. Terlebih lagi para syaithan yang menjadi guru para pelaku maksiat selama ini dibelenggu pada bulan Ramadhan. Begitu pula nafsu yang menjerumuskan manusia ke neraka juga dikekang dengan ibadah puasa, karena puasa itu adalah penahan nafsu dan maksiat sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Puasa itu Junnah (penahan nafsu dan maksiat)” (HR. Ahmad, Muslim dan An-Nasa’i)
Meskipun demikian, jika perbuatan maksiat masih terjadi pada bulan Ramadhan, maka penyebabnya ada tiga: Pertama, para pelaku maksiat pada bulan ini adalah murid dan kader syaithan. Mereka telah dilatih untuk berbuat maksiat sehingga menjadi kebiasaan. Mereka ini adalah alumni madrasah syaithan yang selama ini ditraining untuk berbuat maksiat oleh “guru atau ustaz” mereka (syaithan). Kedua, puasa yang dilakukan oleh pelaku maksiat itu tidak benar (tidak sesuai dengan tuntunan Rasul saw) sehingga tidak diterima. Bila ia berpuasa dengan benar, maka puasanya itu pasti mencegahnya dari maksiat. Ketiga, nafsunya telah menguasai dan menyandera dirinya. Puasa sesungguhnya tidak hanya menahan diri dari makan, minum dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa, namun juga menahan diri dari nafsu dan maksiat baik berupa ucapan maupun perbuatan yang diharamkan. Akibatnya puasanya tidak bernilai nilai apa-apa dan tidak memberikan dampak positif dalam tingkah lakunya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila pada bulan Ramadhan masih ada orang-orang yang “istiqamah” berbuat maksiat.
Kelima, Ramadhan bulan maghfirah (pengampunan dosa). Allah Swt menyediakan Ramadhan sebagai fasilitas penghapusan dosa selama kita menjauhi dosa besar. Nabi saw bersabda: ”Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at dan Ramadhan ke  Ramadhan  menghapuskan dosa-dosa di antara masa-masa itu selama dosa-dosa besar dijauhi”. (HR. Muslim). Melalui berbagai aktifitas ibadah di bulan Ramadhan Allah Swt menghapuskan dosa kita. Di antaranya adalah puasa Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi Saw: ”Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah Swt, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari dan Muslim). Begitu pula dengan melakukan shalat malam (tarawih, witir dan tahajuj) pada bulan Ramadhan dapat menghapus dosa yang telah lalu, sebagaimana sabda Nabi saw: ”Barangsiapa yang berpuasa yang melakukan qiyam Ramadhan  (shalat malam) dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah Swt, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keenam, Ramadhan bulan itqun minan nar (pembebasan dari Api neraka). Setiap malam di bulan Ramadhan Allah membebaskan hamba-hamba yang dikehendaki dari api neraka. Rasulullah saw bersabda, “Dan Allah membebaskan orang-orang dari api neraka pada setiap malam.” (HR. At-Tirmizi, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).
Ketujuh, pada bulan Ramadhan terdapat Lailatul Qadar yang nilai kebaikan padanya lebih baik dari seribu bulan. Allah berfirman: “Dan Tahukah kamu lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.” (Al-Qadar: 2-3). Rasul saw bersabda: “Pada bulan Ramadhan ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang dihalangi kebaikannya padanya, maka rugilah dia” (H.R. Ahmad,An-Nasa’i & Baihaqi). Maka kita sangat digalakkan untuk mencari lailatul qadar ini dengan i’tikaf, khususnya pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, mengikuti perbuatan Rasul saw. Aisyah r.a berkata: “Apabila telah masuk sepuluh hari terakhir (dari bulan Ramadhan), Nabi saw menghidupkan waktu malam beliau, membangunkan keluarga beliau untuk beribadah, dan mengencangkan ikat pinggang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain: “Nabi saw sangat giat beribadah pada sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) melebihi ibadah beliau pada hari-hari lainnya.” (HR.Muslim)
Mengingat berbagai keutamaan Ramadhan tersebut di atas, maka sangat disayangkan bila Ramadhan datang dan berlalu meninggalkan kita begitu saja, tanpa ada usaha maksimal dari kita untuk meraihnya dengan melakukan berbagai ibadah dan amal shalih. Celakanya, bila hari-hari Ramadhan yang seharusnya diisi dengan memperbanyak ibadah diganti dengan ajang maksiat, na’uzubillahi min zaalik..! Rasulullah saw telah memberi peringatan dengan sabdanya: “Jibril telah datang kepadaku dan berkata: ”Wahai Muhammad, Siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan ini habis dan tidak mendapat ampunan, maka ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan Amin! Aku pun mengatakan Amin!. (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya). Dalam riwayat lain, Rasulullah saw bersabda, “Celakalah bagi orang yang masuk pada bulan Ramadhan, kemudian Ramadhan berlalu sebelum ia diampuni.” (HR. At-Tirmizi, Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi). Semoga kita dapat meraih berbagai keutamaan yang disediakan pada bulan Ramadhan. Amin!

Rabu, 19 Juni 2013

Boy Pratama: Ketuhanan Yesus Dalam pandangan Al-kitab

Boy Pratama: Ketuhanan Yesus Dalam pandangan Al-kitab: 1. Argumen Terhadap Teori Ketuhanan Yesus. Kita tahu bahwa Perbuatan Tuhan adalah Pengatur Alam Semesta, pemberi rezeki, menentuka...

Boy Pratama: Semenanjung Korea

Boy Pratama: Semenanjung Korea: Ujicoba ...

Boy Pratama: Ketuhanan Yesus Dalam pandangan Al-kitab

Boy Pratama: Ketuhanan Yesus Dalam pandangan Al-kitab: 1. Argumen Terhadap Teori Ketuhanan Yesus. Kita tahu bahwa Perbuatan Tuhan adalah Pengatur Alam Semesta, pemberi rezeki, menentuka...

Boy Pratama: Suku Sama'

Boy Pratama: Suku Sama': Boy Pratama -  Suku Bajo dikenal sebagai pelaut-pelaut yang tangguh. Namun, sejarah lebih mengenal suku Makassar, suku Bugis, atau su...

Suku Sama'

Boy Pratama

Suku Bajo dikenal sebagai pelaut-pelaut yang tangguh. Namun, sejarah lebih mengenal suku Makassar, suku Bugis, atau suku Mandar, sebagai raja di lautan. Padahal, suku Bajo pernah disebut-sebut pernah menjadi bagian dari Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya. Sehingga, ketangguhan dan keterampilannya mengarungi samudera jelas tidak terbantahkan.
Sejumlah antropolog mencatat, suku Bajo lari ke laut karena mereka menghindari perang dan kericuhan di darat. Sejak itu, bermunculan manusia-manusia perahu yang sepenuhnya hidup di atas air. Nama suku Bajo diberikan oleh warga suku lain di Pulau Sulawesi sendiri atau di luar Pulau Sulawesi. Sedangkan warga suku Bajo menyebutnyadirinya sebagai suku Same. Dan, mereka menyebut warga di luar sukunya sebagai suku Bagai.

Nama “Bajo” sendiri ada yang mengartikannya secara negatif, yakni perompak atau bajak laut. Menurut cerita tutur yang berkembang di kalangan antropolog, kalangan perompak di zaman dulu diyakini berasal dari suku Same. Sejak itu, orang-orang menyebut suku Same sebagai suku Bajo. Artinya, ya suku Perompak. Anehnya, nama suku Bajo itu lebih terkenal dan menyebar hingga ke seluruh nusantara. Sehingga, suku laut apa pun di bumi nusantara ini kerap disamaratakan sebagai suku Bajo! Belakangan, pemaknaan negatif ini membangkitkan polemik berkepanjangan.

Banyak kalangan yang tidak menyetujui dan membantah arti “bajo” sebagai perompak atau bajak laut. Karena, itu sama artinya dengan menempatkan suku Bajo di tempat yang tidak semestinya dalam buku sejarah kita. Apa pun hasil akhir perdebatan itu, faktanya banyak juga kalangan antropolog yang sangat yakin dengan akurasi konotasi negatif itu. Lucunya, perdebatan demi perdebatan tentang suatu masalah, justru tidak pernah menghasilkan kesimpulan yang kian sempurna. Sehingga, hanya kebingunganlah yang mesti dinikmati orang-orang yang berniat mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. Termasuk juga tentang asal-muasal kata “bajo”! Yang pasti, suku Bajo adalah suku Same atau suku laut yang hingga sekarang masih memukimi banyak lokasi di seluruh nusantara. Di mana ada tanjung, maka di sanalah suku Bajo membangun kehidupan.

Di mana ada laut, maka di sanalah suku Same itu mencari nafkah. Dengan bernelayan, tentu saja. Bila prediksi dampak perubahan iklim benar-benar terjadi antara 2050-2100, suku Bajo boleh dibilang masyarakat paling siap menghadapinya. Pasalnya, sejak lahir, keturunan suku Bajo sudah dikenalkan dengan kehidupan di atas permukaan air. Di tengah kesibukan para ilmuwan mencari solusi dari perubahan iklim, ternyata sebagian jawabannya ada pada kearifan suku Bajo. Menurut Profesor AB Lapian, sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, suku Bajo atau bajau merupakan sekumpulan orang yang menggantungkan hidupnya di laut. “Boleh dibilang hidup dan mati mereka bergantung dengan laut,” ujar Lapian.

Seluruh aktivitas mereka dihabiskan di atas perahu. Karena itu, mereka dikenal dengan julukan suku nomaden laut. Hal inilah yang ingin dipelajari dan diterapkan para ilmuwan menghadapi ancaman pulau-pulau tenggelam itu. Di sisi lain, para peneliti kesulitan mendapatkan data akurat tentang asal-usul nenek moyang suku Bajo. Menurut Lapian, ada berbagai macam versi sejarah iwayat leluhur mereka. Versi cerita rakyat menyebutkan suku Bajo berasal dari Johor, Malaysia. Ada pula yang mengatakan berasal dari Filipina atau Bone (Sulawesi Selatan). Namun, menurut Dr Munsi Lampe, antropolog dari Universitas Hasanuddin Makassar, jumlah suku Bajo yang menggantungkan hidupnya di atas perahu diperkirakan semakin sedikit karena hidup menepi di pesisir pantai dan mendirikan rumah panggung. Digambarkan dalam buku Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, rumah panggung suku Bajo dibangun menggunakan bahan yang terbilang ramah lingkungan. Dindingnya terbuat\ kombinasi kayu dan anyaman bambu. Sedangkan bagian atap dari daun rumbia..Maju Ko Suku Sama'.

Ketuhanan Yesus Dalam pandangan Al-kitab



1. Argumen Terhadap Teori Ketuhanan Yesus.

Kita tahu bahwa Perbuatan Tuhan adalah Pengatur Alam Semesta, pemberi rezeki, menentukan hidup matinya semua makhluk di bumi dan di langit. Tempat manusia memohon ampun dan meminta doa. Dia pencipta alam semesta ini dan Dia pula yang merencanakan penghancurannya. Bagaimana dengan Yesus?



Garis keturunan Yesus (Matius 1:1). Yohanes 1:1 menceritakan bahwa Tuhan menjelma menjadi benih di perut Maria. Mereka percaya bahwa Allah merubah diriNya menjadi Yesus: Seorang Tuhan tidak akan mungkin dilahirkan dalam bentuk bayi yang tidak berdaya. Patutkah Yesus disebut Tuhan pada saat  Ia sedang menjadi bayi tersebut? Dan siapakah yang mengatur alam semesta ini  pada saat Tuhan  dalam keadaan lemah seperti itu ?




Yesus dalam buaian (Matius 2:9).  Bagaimana mungkin seorang Tuhan memimpin alam semesta ini, memberi rezeki kepada manusia, mengabulkan doa manusia, bahkan mencabut nyawa atau memberi nyawa kepada makhluk yang lahir sementara ia masih dalam buaian?




Yesus anak manusia (Matius 9:6). Beratus kali ayat serupa menyatakan bahwa Yesus anak manusia, seperti  “... menentang anak manusia, akan diampuni.”( Matius 12:32). “...anak manusia akan diserahkan...”(Matius  17:22), “Karena anak manusia datang...” dan sebagainya. Semuanya merupakan perkataan Yesus. Yesus yang kita tahu tidak ada keanehan dalam pertumbuhannya dibanding anak yang lain, tumbuh normal dengan fisik dan akalnya. Keadaan Yesus tidak ada bedanya dengan umat Israel lainnya.




Yesus tidak bersifat ilahiah Sebagai seorang bangsa Israel Yesus juga terkena kewajiban sunat (Lukas 2:21), padahal sunat dilarang dalam Kristen, lihat Galatia 5:2: “..Jika kamu menyunat dirimu, Kristus tidak akan berguna lagi bagimu ” Perhatikan sifat kemanusian yang lain …Yesus merasa lapar... (Matius 4:2). Lihatlah silsilah Yesus yang disusun sedemikian rumit itu sebetulnya menunjukkan bahwa Yesus adalah anak manusia. Demikian pula dengan teriakan Yesus “Eli-Eli Lama sabakhtani? Artinya Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan aku?” merupakan pengakuan tulus dari Injil bahwa Yesus tidak memiliki sifat ketuhanan.




Semua Murid memanggil “guru” kepada Yesus (Markus 4:38), dalam bahasa Yunani “Rabi” atau “Rabuni” dalam bahasa Aram/Ibrani yang berarti “guru” (Yohanes 1:38). Namun penterjemah Alkitab menyamakan kata itu dengan “Rabbi” yang artinya menjadi beda sekali, yakni “Tuhan”. Dan istilah Tuhan Yesus itu dicantumkan di semua Injil.




Yesus dibaptis (Matius 3:13). Lho, apa ini tidak keliru? Baptis itu dimaksudkan sebagai penghapus dosa. Jika Yesus adalah Tuhan tentu dia suci dan tidak perlu dibaptis. Sebab Tuhan tidak berdosa. Bahkan sebagai Tuhan dia dapat mengampunkan dosa siapa saja. Namun ayat ini tidak lain mengisyaratkan bahwa Yesus adalah manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan.




Yesus dicobai oleh Iblis (Matius 4:1) Mustahil Yesus dikatakan Tuhan, sebab ia dipermainkan oleh Iblis. Malah Iblis sempat menawarkan kerajaan dunia dan seisinya ini sekiranya Yesus sudi menyembah Iblis. Kekeliruan besar! Seharusnya jika Yesus adalah Tuhan, tentu semua kerajaan di bumi, bahkan alam semesta adalah miliknya. Tetapi mengapa Yesus ditawarkan  semua itu? Dapat kita difahami dari ayat ini bahwa Iblis mengetahui bahwa Yesus bukan Tuhan. Dia tahu bahwa Yesus adalah manusia biasa yang bisa digoda, dan dia ingin agar Yesus mendurhakai Allah sebagaimana dirinya.




Yesus adalah utusan Allah. Para Nabi-Nabi adalah utusan Allah. Yesus juga utusan Allah. Seperti ayat “Inilah hidup yang kekal itu supaya mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah Yang Benar, dan mengenal Kristus yang telah Engkau utus..” (Yohanes 17:3), lihat juga Yohanes 14:24. Yesus juga meramalkan bahwa Yesus akan mati sebagaimana halnya Nabi-Nabi Israel yang lain, yakni dibunuh di Yerusalem (Lukas 13:33-34). Dan Yesus mengakui bahwa segala perkataannya bukan dari kata-katanya sendiri melainkan berasal dari Firman Allah yang diberikan kepadanya. Jika Yesus adalah utusan Allah, berarti dia bukan Allah.




Semua yang bernyawa pasti mati. Dan Allah tidak akan mati selamanya. Tetapi Dia akan tetap hidup. Sedangkan nyawa atau roh itu adalah alat bagi Allah untuk membuat makhluk-makluk-Nya menjadi hidup. Jika Yesus adalah Tuhan seperti Allah, tentu dia tidak bisa mati. Tetapi Injil mengabarkan bahwa Yesus menjerit dan mati, menyerahkan nyawanya (Matius 27:50). Meskipun (katanya) Yesus dapat bangkit lagi setelah 3 hari kematiannya, tetap saja menunjukkan bahwa Yesus adalah makhluk Allah. Bukan Allah!




Tentang Kiamat.  Jika Yesus adalah Allah atau Tuhan, tentu Yesus mengetahui kapan dia menciptakan alam semesta ini dan kapan akan dihancurkannya (dikiamatkan). Tetapi saat ditanya tentang kapan terjadinya kiamat, maka Yesus menjawab : hanya Allah saja yang tahu, malaikat di Sorga pun tidak tahu hal itu, Anak pun (Yesus maksudnya-red) tidak tahu. (Matius 24:36). Dari ayat ini dipastikan bahwa Yesus bukan Tuhan.




Yesus Tidak memiliki Hak Penentu Sorga atau Neraka. Yesus tidak bisa pula menentukan kepada seseorang apakah dia masuk Sorga atau Neraka, tetapi hak itu hanya pada Allah saja (Markus 10:40).




Yesus tidak punya kekuatan dari dirinya sendiri melainkan yang datang dari Allah. Yesus mengobati orang tuli dengan berdoa (Markus 7:34), Yesus mengusir setan dengan kuasa Allah  (Lukas 11:20). Terkadang Malaikat memberikan kekuatan kepada Yesus (Lukas 22:43). Orang buta disembuhkan dengan kekuatan Allah (Yohanes 4:33). Lihatlah, bagaimana Yesus bersyukur kepada Allah setelah ia diberi mukjijat untuk menghidupkan Lazarus yang telah mati (Yohanes 11:41-42). Semua orang sakit yang disembuhkan oleh Yesus serempak memuliakan Allah Israel, tetapi bukan memuliakan Yesus (Matius 15/31). Yesus sering memohon keselamatan kepada Allah  (Yohanes 12:27). Inilah bukti-bukti kuat lain yang menyatakan bahwa Yesus bukan Tuhan.




Yesus sujud menyembah Allah dan berdoa (Matius 26:39). Setiap yang berdoa pasti bukan Tuhan. Murid-murid Yesus selalu melakukan sujud dan berdoa (sembahyang) seperti halnya Yesus.  Tidak pernah doa-doa atau sujud mereka itu ditujukan kepada Yesus, melainkan ditujukan hanya kepada Allah (Lukas 6:12).




Jadi semua rangkaian ceri
ta pada Injil tidak lain merupakan kisah tentang anak manusia yang bernama Yesus, disajikan dengan membuktikan bahwa Yesus makan, minum, tidur, ketakutan, bersujud dan berdoa, menangis, marah, digoda Iblis dan sebagainya bahkan ia mati, tidak lain hanyalah menggambarkan bahwa Yesus adalah manusia biasa. Namun disamping itu pula Injil menerangkan bahwa Yesus adalah Nabi Allah, Pesuruh Allah yang dibekali dengan mukjijat dalam menyampaikan risalah agamanya. Tidak pernah dari ucapan Yesus sendiri mengatakan : “Wahai.., manusia.. ! Aku ini Tuhan seperti Allah, sembahlah aku..” atau yang senada dengan ucapan itu. Tidak pernah. Periksalah ayat seperti itu di dalam Injil niscaya tidak akan anda temukan. Bahkan sebaliknya dalam sebuah ayat Injil disebutkan bahwa Yesus mengancam kepada orang yang menyebut dirinya Tuhan, Katanya :”Orang yang memanggil Aku ..Tuhan...Tuhan... tidak akan masuk Sorga, tetapi yang masuk Sorga adalah orang taat kepada Allah” (Matius 7:21).